BAB I
PENDAHULUAN
Asma dapat menyerang segala usia, mulai dari bayi,
anak-anak, orang dewasa hingga lanjut usia, pria maupun wanita dan di semua
etnik bangsa. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan antara 100-150
juta orang di dunia adalah penderita asma, dan angka ini diperkirakan bertambah
180 ribu orang setiap tahunnya. Walaupun belum ada angka yang resmi, dari
penelitian di beberapa tempat, diperkirakan 2-5 % penduduk Indonesia menderita
asma, tinggi rendahnya angka kejadian ini dipengaruhi oleh banyak faktor,
antara lain faktor umur penderita, jenis kelamin, elergi, bangsa, keturunan,
lingkungan dan faktor psikologi (Sinclair, 1990).
Serangan asma dipicu oleh beberapa faktor, yaitu oleh
debu rumah, stress, kelelahan, perubahan hidup, perubahan lingkungan,
temperatur dan polusi udara. Tetapi pada umumnya serangan asma dimulai oleh
kondisi elergi (debu rumah, tungau debu rumah, serbuk sari, hewan peliharaan,
dan lain-lain). Dengan menghindari faktor-faktor pencetus serangan asma, maka
serangan asma dapat dicegah. Tetapi jika asma tetap timbul, maka diperlukan
pengobatan untuk mengobatinya (Roberts, 1981).
Suatu terapi asma yang rasional dapat berdasarkan terapi
kausal yaitu meliputi reaksi antigen-antibodi dan terapi simptomatik, yaitu
mengurangi atau menghambat akibat reaksi antigen-antibodi seperti pembebasan
mediator reflex kontriksi bronkhus (Mutschler, 1991).
Di dalam kehidupan masyarakat, pemanfaatan tumbuhan obat
sebagai obat tradisional sudah dikenal sejak lama, karena lebih aman dan tidak
menimbulkan efek samping yang berarti. Masih jarang orang yang menggunakan obat
tradisional untuk mengobati asma, karena penderita asma cenderung menggunakan
obat sintetis yang memiliki efek samping cukup tinggi untuk menyembuhkan
gangguan asma. Karena itu penggunaan tumbuhan obat untuk pengobatan asma perlu
lebih ditingkatkan lagi. Asma bronkhial merupakan penyakit obstruktif saluran
napas yang akut, terjadi pada bronkhus ukuran sedang dan bronkhiolus dengan
diameter 1mm (Price, 1995).
Dapat timbul sewaktu-waktu, yang terjadi akibat spasmus
otot bronkhus, udem pada dinding bronkhus dan adanya hipersekresi sekret yang
kental, dan dapat bolak-balik, baik secara spontan maupun dengan terapi.
Pengobatan tradisional dengan menggunakan tumbuhan obat diharapkan mampu
mengobati penyakit asma bronkhial. Dalam penulisan ini masalah difokuskan pada
macam-macam tumbuhan obat yang mampu mengobati asma bronkhial. Adapun maksud
dan tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui berbagai macam tumbuhan obat
sebagai ramuan tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati asma bronkhial.
Dengan tulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai asma bronkhial dan pengobatannya dengan menggunakan tumbuhan obat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Asma bronkhial merupakan penyakit obstruktif saluran
napas yang akut, terjadi pada bronkhus ukuran sedang dan bronkhiolus dengan
diameter 1 mm (Price, 1995). Dapat timbul sewaktu-waktu, yang terjadi akibat
spasmus otot bronkhus, udem pada dinding bronkhus dan adanya hipersekresi
sekret yang kental, dan dapat bolak-balik, baik secara spontan maupun dengan
terapi. Kelainan dasarnya tampaknya suatu perubahan status imunologis si
penderita (Amin, 1989).
Yang utama secara klinis pada asma bronkhial adalah
kesulitan pernapasan yang parah dengan kurangnya oksigen dalam jaringan. Akibat
spsmus otot polos bronkhioli dan bronkhus kecil dan akibat adanya lendir yang
kental dalam lumen bronkhus yang menyempit ini, akan terjadi ekspirasi yang
sulit dang berdengik serta diperlambat (Chaitow, 1993).
Pasien akan menahan tulang belikat dan tulang selangka
dengan menaikkan lengan supaya otot pernapasan dapat dibantu. Serangan dapat
berlangsung beberapa menit tetapi juga berjam-jam atau berhari-hari dalam
bentuk status asmatikus yang membahayakan jiwa. Serangan umumnya diakhiri
dengan batuk yang hebat dan keluarnya dahak yang kental dan bening (Mutschler,
1991)
Klasifikasi
Asma Bronkhial
Secara etiologis asma bronkhial dibagi dalam 3 tipe :
1. Asma
Bronkhial tipe non atopi (intrinsik).
Asma jenis ini cenderung timbul setelah masa
kanak-kanak. Individu dengan asma intrinsik ini tidak memiliki alergen yang
khas dan nyata yang mengakibatkan alergi. Faktor-faktor spesifik seperti flu
biasa, latihan fisik, atau emosi dapat memicu serangan asma (Chaitow, 1993).
Asma intrinsik ini lebih sering timbul sesudah usia 40 tahun, dengan serangan
yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan trakeobronkhial
(Price, 1995). Serangan ketika timbul cenderung berlangsung untuk waktu yang lama,
dan seringkali lebih serius dan tak jarang berkelanjutan menjadi bronkhitis
kronik dan kadang-kadang emfisema. Sifat-sifat asma intrinsik pada umumnya
adalah :
· Serangan timbul setelah dewasa.
· Pada keluarga tidak ada yang menderita
asma.
· Penyakit infeksi sering menimbulkan
serangan
· Adanya hubungan dengan pekerjaan/beban
fisik.
· Rangsangan/stimuli psikis mempunyai peran
untuk menimbulkan serangan reaksi asma.
· Perubahan-perubahan cuac atau lingkungan
yang non spesifik merupakan keadaan yang peka bagi penderita (Amin, 1989).
2. Asma
Bronkhial tipe atopi (ekstrinsik).
Individu yang pertama kali didiagnosa
menderita asma pada masa kanakkanak, cenderung menderita asma yang disebut asma
atopi, alergi atau ekstrinsik. Atopi merupakan sifat keturunan, yang membuat
individu lebih sensitif terhadap alergen, meskipun dalam jumlah yang sangat
kecil, dapat mengakibatkan serangan asma (Chaitow, 1993). Pada golongan ini,
keluhan ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap alergen lingkungan
yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau
provokasi bronkhial. Asma ekstrinsik memiliki sifat-sifat :
· Timbul sejak kanak-kanak.
· Pada famili ada yang menderita asma.
· Adanya eksim pada waktu bayi.
· Sering menderita rinitis.
· Di Inggris jelas penyebabnya house dust
mite, di USA, tepung sari bunga rumput (Amin, 1989).
3. Asma
Bronkhial campuran (mixed).
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik
oleh faktor-faktor intrinsic maupun ekstrinsik. Kebanyakan pasien dengan asma
intrinsik akan berlanjut menjadi bentuk campuran (Amin, 1989).
Pencetus
Serangan Asma Bronkhial
Terdapat dua keadaan yang menjadi syarat terjadinya
serangan asma. Pertama, adanya kepekaan yang berlebihan (hipersensitif) pada
saluran napas. Kedua, adanya rangsangan yang cukup kuat terhadap saluran napas
yang peka tadi. Rangsangan yang cukup kuat inilah yang dapat mencetus
terjadinya serangan asma (Sundaru, 1987). Faktor-faktor pencetus asma tersebut
adalah :
a. Alergen.
Alergen adalah bahan yang ada dalam
lingkungan sehari-hari yang dapat menimbulkan alergi. Contohnya adalah :
o
Hewan peliharaan
Bulu
dari hewan peliharaan dapat menimbulkan alergi seperti pada asma (Roberts,
1981).
o
Jamur.
Bagian
jamur yang dapat menyebabkan alergi adalah sporanya, yang bila terhirup dapat menimbulkan
alergi (Tjen, 1991).
o
Tepung sari.
Tepung
sari yang dihasilkan oleh tanaman seperti rumput, padi dan jagung dapat
menimbulkan alergi mata, hidung dan asma pada penderita yang sensitive (Roberts,
1981).
o
Tungau debu rumah.
Tungau
ini terdapat dalam debu rumah, terutama di daerah yang lembap. Berkembang biak
dengan cepat terutama di kamar tidur. Makanannya adalah serpihan kulit manusia
yang terlepas sewaktu tidur.
b. Polusi
udara
Asap yang berasal dari dapur, pembakaran
sampah/kayu bakar, polusi jalanan (asap kendaraan bermotor) dapat merangsang
dan menyempitkan saluran napas yang hipersensitif. Pendirian pabrik-pabrik yang
mengeluarkan hasil sampingan berupa debu, uap, atau asap yang tidak terkendali
dapat mengganggu penduduk di sekelilingnya. Penderita asma sangat peka terhadap
polusi tersebut, terutama terhadap asap yang mengandung sulfur dioksida dan oksida
fotokemikal.
c. Infeksi.
Infeksi saluran napas atas (seperti
influensa) terutama infeksi yang disebabkan oleh virus merupakan pencetus asma tersering.
d. Rokok
Asap rokok yang mengandung berbagai bahan
kimia dapat merangsang bahkan merusak selaput lendir saluran napas sehingga
menimbulkan kerentanan yang ada.
e. Kecapaian/keletihan.
Kecapaian yang diakibatkan oleh olah raga
sering pula mencetuskan serangan asma. Lari cepat paling mudah menimbulkan
asma, kemudian bersepeda, sedangkan renang dan jalan kaki paling kecil
resikonya. Serangan biasanya terjadi segera setelah selesai olah raga, lamanya
di antara 10-60 menit, dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olah
raga.
f. Lingkungan
kerja
Diperkirakan 2-15% penderita asma,
pencetusnya adalah lingkungan kerja. Di tempat kerja biasanya banyak uap, fume,
debu, bau-bauan yang semuanya dapat mencetuskan serangan asma. Keluhan biasanya
terjadi setelah penderita berkontak (terpapar) dengan zat-zat tadi, teta[I ada
kalanya gejala baru timbul setelah 6-12 jam terpapar. Sehingga bila penderita
bekerja di pagi hari, gejala baru timbul sore atau malam hari. Di bawah ini
merupakan contoh zat-zat yang ada di tempat pekerjaan yang dapat mencetuskan
asma.
Pencetus
|
Lokasi
|
_
Bulu dan serpih kulit binatang
_
Enzim bakteri subtilis
_
Debu kopi dan teh
_
Debu kapas
_
Toluen diisosianat (TDI)
_
Debu gandum dan padi-padian
_
Amoniak, sulfur dioksida, asam klorida,klorin
_
Garam platina
|
_laboratorium
hewan dan peternakan
_
industri detergen
_
pengolahan kopi dan teh
_
industri tekstil
_
industri plastik
_
pabrik roti dan bongkar muat di
gudang gandum atau padi-padian
_
industri kimia dan perminyakan
_ pemurnian
platina
|
g. Obat-obatan.
Obat yang termasuk pencetus serangan asma
adalah golongan beta-blocker. Golongan obat tersebut sering dipakai untuk
pengobatan penyakit jantung koroner dan darah tinggi. Aspirin atau bahan-bahan
antiinflamasi nonsteroid lain seperti indometasin, asam mefenamat, ibuprofen,
fenoprofin, asam flufenamat, naproksin, dan propoksifen dapat mencetuskan
serangan asma (Thorn, 1986).
h. Tekanan
jiwa.
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi
pencetus asma. Selain dapat mencetuskan serangan asma juga memperberat serangan
asma yang sudah ada. Di samping gejala asma yang timbul harus segera diobati,
penderita asma yang mengalami tekanan jiwa juga perlu mendapat nasihat untuk menyelesaikan
masalah pribadinya (Sundaru, 1987).
Patogenesa
Asma Bronkhial
Sifat khas pada asma bronkhial adalah penyempitan atau
obstruksi proksimal dari bronkhus kecil pada tahap inspirasi dan ekspirasi.
Penyempitan atau obstruksi ini disebabkan oleh :
a.
Spasme otot polos bronchus
b.
Edema mukosa bronchus
c. Sekresi
kelenjar bronkhus meningkat
Terjadinya kontraksi otot polos tersebut karena lepasnya
macam-macam mediator dari sel mast atau basofil akibat adanya alergen atau
antigen (Ag) yang telah terikat oleh imunogobin E (IgE) yang menancap pada
permukaan sel mast atau basofil tersebut.
Mediator-meddiator tersebut yaitu histamin, slow reacting
substances of anaphylaxis (SRS-A), eosinophyl chemotactic factor of anaphylaxis
(ECF-A), Platelet Activating (PAF), Prostaglandin, bradikynin, arisulfatase B,
proteoglycan (heparin). Salah satu di antara mediator-mediator tersebut
menyebabkan siklik AMP pada messenger sel otot menurun dan siklik GMP
meningkat. Pada dasarnya penurunan siklus adenosin monofosfat dan peningkatan
siklus guanidine monofosfat inilah yang menyebabkan tonus otot polos pada
bronkhus naik dengan akibat suatu konstriksi yang menyebabkan saluran napas
menyempit yang dikenal sebagai bronkhus obstruksi. Setelah terjadinya
obstruksi, baru disusul sembabnya mukosa, keluarnya sekrit bronkhus. Adanya keadaan
konstriksi, sembab, sekrit tersebut menyebabkan sesak napas. Sebagai akibat
ialah tekanan partial oksigen alveoli menurun, dengan demikian oksigen pada
peredaran darah menurun menjadi hipoksemia. Sebaliknya CO2 mengalami retensi
pada alveoli sehingga kadar CO2 dalam peredaran darah meningkat yang memberikan
rangsangan pada pusat pernapasan sehingga terjadi hiperventilasi (Amin, 1989).
Tabel
2. Mediator primer reaksi hipersensitifitas jenis segera di dalam jaringan manusia
(Thorn, 1986)
Mediator
|
Sifat
Struktur
|
Fungsi-fungsi
lain
|
_
Histamin
_
Heparin
_
Triptase
_
b-Heksosaminidase
_
b-Glukuronidase
_
Arilsulfatase
_Faktor
eosinofilotaktik
(ECF)
_
Faktor kemotaktik
neutrofil BM tinggi
|
_
b- imidazoletilamin
_
Proteoglikan
_
Protease neutral
_ Hidrolase
asam
_
Hidrolase asam
_
Hidrolase asam
_
Ala (val)-Gly-Ser-Glu;
peptida asam; polipeptida asam
_
Makromolekul neutral
|
_
Kontraksi saluran pernapasan (H1); meningkatkan permeabilitas venula (H1 dan
H2); menurunkan regulasi fungsi sel radang H2
_
Antikoagulan: anti komplemen
_
Eksoglikosidase
_
Eksoglikosidase
_
Eksosulfatase
_
Deaktivasi eosinofil, meningkatkan fungsi reseptor C3b eosinofil
_
Deaktivasi neutrofil
|
Mediator-mediator tersebut sangat poten dan berlangsung
lama. Adana SRSA yang dapat menyebabkan penyempitan, terutama yang menimbulkan
terjadinya edema mukosa bronkhus (Amin, 1989).
Gambaran
Klinik Asma Bronkhial
Keluhan yang sering dialami oleh penderita asma adalah
napas berbunyi, sesak napas, dan batuk. Keadaan umumnya adalah :
·
Komposmentis
·
Cemas atau gelisah atau panik atau berkeringat
·
Tekanan darah meningkat
·
Nadi meningkat
·
Pulsus paradoksus : peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mm Hg pada
waktu inspirasi
·
Frekuensi pernapasan meningkat
· Sianosis
·
Otot-otot pernapasan bantu hipertropi
·
Pada paru-paru terdapat ekspirium yang memanjang dan wheezing (Amin,1989).
Antiasmatika
Suatu terapi asma yang rasional dapat berdasarkan terapi
kausal yaitu meliputi reaksi antigen-antibodi dan terapi simptomatik, yaitu
mengurangi atau menghambat akibat reaksi antigen-antibodi seperti pembebasan
mediator reflex kontriksi bronkhus (Mutschler, 1991).
1. Terapi
kausal
Terapi
kausal dilakukan dengan cara :
·
Menjauhkan allergen
·
Desensibilasasi atau hiposensibilisasi
Menjauhi alergen hanya dapat dilakukan dalam
waktu terbatas, misalnya dengan tinggal dipegunungan atau di tepi pantai. Pada
desensibilisasi atau hiposensibilisasi sebagai terapi kausal kedua, tujuannya
adalah membuat penderita tidak peka terhadap alergen dan terapi ini hanya
bermanfaat pada asma yang disebabkan oleh alergi (Mutschler, 1991).
2.
Terapi simptomatik
Terapi
simptomatik asma bronkhus dapat dilakukan dengan cara :
·
Blokade pembebasan mediator
·
Menangani spasmus bronchus
·
Penanganan antiflogistik
·
Memperbaiki pengeluaran riak (Mutschler, 1991).
Tanaman-tanaman
Obat untuk Asma Bronkial
1)
Asam (Tamarandus indica)
a.
Famili: Fabaceae.
b.
Nama daerah
Sumatra :
bak mee (Aceh), acam lagi (Gayo), asam jawa (Minang).
Jawa :
tangkal aseum (Sunda), wit asem (Jawa).
c.
Uraian tanaman
Tumbuh di dataran rendah yang memiliki musim kemarau
sangat jelas. Berupa pohon besar, tingginya 10-25 m. Batangnya kokoh, kuat,
bercabang banyak dan rimbun. Daun berseling, majemuk menyirip genap dengan
10-15 pasang anak daun berbentuk memanjang sampai bangun garis. Tepi daun rata,
ujung daun tumpul dengan bagian pangkal membulat. Tulang daun menyirip dilengkapi
anak daun tipis dan halus, serta sisi bawah daun berwarna hijau kebiruan. Bunganya
majemuk, berbentuk tandan hampir menyerupai bulir, berwarna kuning, berkelamin
dua, dan tumbuh di ketiak daun.
Tabung mahkota berwarna hijau dengan tinggi sekitar 0,5
cm, bertajuk memanjang, lancip dan berwarna kuning. Bakal buah di atas tangkai
menyatu dengan tabung kelopak. Buahnya polong bertangkai tebal, memanjang
berbentuk garis, diantara bijibijinya bersekat, daging buahnya berwarna coklat
suram. Daging buah lunak, rasa masam. Biji berbentuk segitiga sampai segiempat,
coklat kehitaman dan keras. Perbanyakan tanaman dapat dilakukan secara
vegetatif, menggunakan stek akar dan generatif menggunakan biji dari buah yang
telah masak.
d.
Kandungan kimia
Daging
buahnya mengandung asam tartrat, asam malat, asam sitrat, asam suksinat, asam
asetat, pektin dan gula invert. Daunnya mengandung flavonoid.
e.
Bagian yang digunakan : Kulit kayu (Wijayakususma,1998).
2)
Bawang putih (Allium sativum)
a.
Famili: Amaryllidaceae (liliaceae)
b.
Nama simplisia: Alii bulbus, umbi lapis bawang putih.
c.
Uraian tanaman
Herba semusim, batang semu, warna hijau. Daun tunggal
berupa roset akar, bentuk lanset, ujung runcing, warna hijau. Umbi tebal dan
berdaging membentuk umbi lapis.
Perbungaan berbentuk payung, berwarna putih.
d.
Sifat kimiawi dan efek farmakologis
Menghangatkan dan tajam, diaforetik, ekspektoran,
spasmolitik, antielmentik, antiseptik, antikoagulan, antihistamin dan
bakteriostatik.
e.
Kandungan kimia
Minyak
atsiri, alil sulfida, aliin, alisin, enzim alinasa, tioglikosida (skordinin), vitamin
A dan B, hormon kelamin.
f.
Bagian yang digunakan : Umbi lapis (Soedibyo, 1998).
3) Bunga
Kenop (Gomphrena globosa)
a.
Famili: Amaranthaceae
b.
Nama daerah
Indonesia :
bunga kenop, kembang puter, ratna pakaja. Jawa : adas-adasan, gumdul. Gorontalo
: taiman tulu.
c.
Uraian tanaman
Herba tahunan, tinggi 60 cm atau lebih, berambut. Ditanam
di halaman sebagai tanaman hias atau tumbuh liar di ladang-ladang yang cukup
mendapat sinar matahari sampai 1400 m di atas permukaan laut. Berasal dari
Amerika dan Asia.
Batang hijau kemerahan, berambut, membesar pada ruas percabangan.
Daun duduk berhadapan, bertangkai, bentuk daun bulat telur sungsang sampai memanjang
dengan panjang 5-10 cm, lebar 2-5 cm, ujungmeruncing, warna hijau, berambut
kasar di bagian atas dan halus di bagian bawah. Warna rambut putih. Bunga
berbentuk bonggol, warna merah tua keungu-unguan, seperti bola (ada yang
berwarna putih).
d.
Sifat kimiawi dan efek farmakologis
Rasa manis, netral, antibatuk, menghilangkan sesak
(antiasma), pengobatan radang mata.
e.
Kandungan kimia : Gomphresin I-IV.
f.
Bagian yang digunakan : Bunga, untuk pengobatan asma digunakan
seluruh tanaman, segar atau dikeringkan.
g.
Cara penggunaan
Sepuluh kuntum bunga direbus, ditambah arak kuning,
diminum secara rutin sebanyak tiga kali sehari (Wijayakusuma, 1998)
4)
Jinten (Coleus amboinicus)
a.
Famili : Labiatae (lamiaceae)
b. Nama daerah
Sumatera : bangun-bangun,
daun jinten, daun hati-hati, sukan, tramur. Jawa : ajeran, acerang (Sunda),
daun jinten, daun kucing (Jawa), daun kambing.
c. Nama simplisia:Plectranthi
amboinicus folium (daun jinten).
d. Uraian tanaman: Daun
jinten diperkirakan berasal dari India, tersebar di kawasan tropika dan
pantropika. Tumbah liar di pegunungan atau di tempat-tempat lainnya, kadang
ditanam di halaman dan di kebun, pada tempat-tempat yang sedikit terlindung dan
dapat ditemukan dari dataran rendah sampai 1100 m di atas permukaan laut. Terna
tahunan, lunak, pangkalnya seringkali agak seperti kayu, menaik, tinggi sampai
1 m, beruas-ruas, ruas yang menyentuh tanah akan keluar akar, barang muda
berambut kasar, warnanya hijau pucat. Daun tunggal, tebal berdaging, letak
berhadapan, bertangkai, bentuknya bulat telur agak bundar atau berbentuk
ginjal, ujung runcing, pangkal membulat, tepi bergerigi samapai beringgit
kecuali bagian pangkalnya, permukaan berambut jarang sampai tebal seperti
buludru warnanya putih, tulang menyirip dan bercabang-cabang serta menonjol
sehingga tampak seperti jala, panjang daun
5-7 cm, lebar 4-6 cm, warnanya hijau muda, bila diremas daunnya harum. Perhubungan
majemuk berupa tandan yang panjangnya 20 cm, keluar di ujung cabang dan di
ketiak daun, warnanya biru keunguan. Bijinya keras, bentuknya gepeng, warnanya
coklat muda. Perbanyakan dengan stek batang dan biji.
e. Sifat kimia dan efek farmakologis
Baunya harum, rasa agak
pedas, agak asam, getir dan membuat rasa tebal di lidah. Karminatif, laktogoga,
menghilangkan rasa sakit, penurun panas dan antiseptik.
f. Kandungan kimia
Daunnya mengandung kalium
dan minyak atsiri 0,2 % mengandung karvakrol serta isoprofil-o-kresol, fenol,
sineol.
g. Bagian yang digunakan: Daun
atau seluruh herba.
h. Cara penggunaan
Sepuluh lembar daun segar dicuci bersih lalu dibilas
dengan air matang, ditumbuk sampai seperti bubur lalu diperas dan disaring. Air
perasannya ditambahkan beberapa tetes minyak wijen, lalu diminum (Wijayakusuma,
1998)
5)
Kunyit (Curcuma longa)
a.
Famili : Zingiberaceae.
b.
Nama daerah
Jawa :
kunyir, koneng, koneng temen, kunir, kunir bentis, temu kuning, konye, temo
koneng. Kalimantan : kunit, janar, henda, kunyit, cahang, dio, kalesiau.
c.
Nama asing: Turmeric.
d. Nama
simplisia : Rhizoma curcumae domesticae atau rhizoma
curcumae longae (rimpang kunyit).
e.
Uraian tanaman
Kunyit tumbuh dan ditanam di Asia Selatan, Cina Selatan,
Taiwan, Indonesia dan Filipina. Tumbuh baik di tempat-tempat terbuka atau
sedikit teduh, dengan drainase yang baik. Ditanam sebagai tanaman penyedap dan
pewarna, serta sebagai bahan obat tradisional. Kunyit dapat ditemukan dari
dataran rendah sampai ketinggian 2000 m di atas permukaan laut, tumbuh liar di
hutan jati, umumnya dibudidayakan atau ditanam dipekarangan. Terna, tinggi
sekitar 70 cm, batangnya pendek dan merupakan batang semu yang dibentuk oleh
pelepah-pelepah daun, membentuk rimpang yang berwarna jingga dan bercabang-cabang.
Setiap tanaman berdaun 3-8 helai. Daun tunggal, bertangkai panjang, bentuknya
lanset lebar, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip,
panjang 20-40 cm, lebar 8-12,5 cm, warnanya hijau pucat. Perbungaan majemuk,
terminal, gagang berambut, bersisik, panjang gagang 16-40 cm, warnanya putih
atau kuning jingga kecoklatan. Rimpang terdiri dari rimpang induk dan anak
rimpang. Rimpang induk berbentuk bulat telur, disebut empu atau kunir lelaki.
Anak rimpang letaknya lateral dan bentuknya seperti jari (tabung).
Kadang-kadang terdapat pangkal upih daun dan pangkal akar. Besar rimpang,
panjang 2-6 cm, lebar 0,5-3 cm, tebal 0,3-1 cm.
Rimpang sebagai obat, dikumpulkan pada saat batang
tumbuhan mulai menjadi layu atau mengering. Rimpang kunyit yang sudah besar dan
tua yang disebut rimpang induk atau empu, yang berkhasiat sebagai obat.
Perbanyakan dengan memecah rumpun atau menanam rimpang.
f.
Sifat kimiawi dan efek farmakologis
Bau khas aromatik, rasa agak pahit, sedikit pedas, sejuk,
tidak beracun. Melancarkan darah dan vital energi, menghilangkan sumbatan,
peluruh haid (emenagog), anti radang, mempermudah persalinan, peluruh kentut,
anti bakteri, memperlancar pengeluaran empedu (kolagogum), astringent.
g.
Kandungan kimia
Rimpang mengandung minyak atsiri 3-5% (turmerone,
zingiberene, phellandrene, sesquiterpen alkohol dan borneol), kurkumin,
desmetoksikurkumin, bidesmetoksikurkumin, pati, tanin, damar.
h.
Bagian yang digunakan: Rimpang.
i.
Cara pemakaian
Setengah jari empu kunyit dan sepotong gambir dicuci lalu
digiling halus, ditambahkan satu sendok the air kapur, lalu diaduk sampai
merata, diperas dan disaring, lalu diminum (Wijayakusuma, 1998).
6)
Senggugu (Clerodendron serratum)
a.
Famili: Verbenaceae.
b.
Nama daerah
Sumatra :
sinar baungkudu, tinjau handak. Jawa : singgugu, srigunggu,
sagunggu, kertase, pinggir
tosek.
c.
Uraian tanaman
Tumbuh liar pada tempat-tempat terbuka atau agak teduh,
bisa ditemukan di hutan sekunder, padang alang-alang, pinggir kampung, pinggir
jalan, atau dekat air yang tanahnya agak lembab, dari 1-1700 m di atas
permukaan laut. Perdu tegak, tinggi 1-3 m, batang berongga, berbongkol besar,
akarnya berwarna abu kehitaman. Daun tunggal, letaknya berhadapan, bertangkai pendek,
bentuk bulat telur sungsang sampai lanset, tebal dan kaku, dengan ujung runcing
dan pangkal tumpul, tepi bergerigi tajam, dan kedua permukaan berambut halus.
Panjang daun 8-30 cm, lebar 4-14 cm, warnanya hijau.
Bunganya bunga majemuk dalam malai yang panjangnya 6-40
cm, warnanya putih kehijauan, keluar dari ujung percabangan. Buahnya buah batu,
bulat telur sungsang, berwarna hijau kehitaman. Senggugu diduga tumbuhan asli Asia
Tropik, dan diperbanyak dengan biji.
d.
Sifat kimiawi dan efek farmakologis
Pahit,
pedas, sejuk. Menghilangkan sakit (analgesik).
e.
Kandungan kimia
Daun
: banyak mengandung kalium, sedikit natrium dan alkaloid. Kulit akar :
glikosida fenol, manitol dan sitosterol. Kulit batang : senyawa triterpenoid,
asam oleanolat, asam quertaroat dan asam serratogenat.
f. Bagian
yang digunakan
Seluruh
tanaman. Untuk pengobatan asma, digunakan akarnya.
g.
Cara penggunaan
Minum
seduhan akarnya (Wijayakusuma, 1998).
BAB
III
PEMBAHASAN
Disini akan dibahas salah satu tanaman dari berbagai tanaman yang dapat dimanfaatkan
untuk antiasma, salah satu tanaman
tersebut adalah jintan hitam/ajeran (Nigella
sativa. L). Minyak biji jintan hitam mengandung sejumlah bahan-bahan
kimiawi yang mempunyai aktifitas sebagai antialergi, antiasma, antiinflamasi,
antiprostaglandin dan antihistamin sehingga dapat digunakan sebagai obat untuk
mencegah dan mengobati penyakit asma yang disebabkan oleh alergi.
Biji jintan hitam telah digunakan dalam pengobatan
tradisional untuk perawatan berbagai macam penyakit termasuk diare dan asma.
Minyak biji jintan hitam memiliki kandungan kimia yang mempunyai aktifitas
antiinflamasi dan bronkodilatasi. Biji tanaman ini memiliki kandungan kimia fixed oil berupa asam-asam lemak tidak
jenuh, misalnya asam linoleat, asam oleat, asam palmitat, asam stearat, asam
laurat, asam miristat, serta asam linolenat. Asam linoleat dapat menurunkan
metabolism asam arakidonat. Sedangkan asam linolenat dapat mencegah degranulasi
sel mast melalui penghambatan saluran Ca2+.
Biji
tanaman ini sekarang dikemas dalam bentuk kapsul yang dikombinasikan dengan
Foeniculum Vulgate, Adrographi Panicultaa, Curcuma Xanthorriza, Centella
Asiatica. Yang dapat dikonsumsi 2-3 kali sehari, 1 jam setelah makan. Kapsul
tersebut beredar dengan sediaan Habbatussauda
BAB IV
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dan
dapat disimpulkan bahwa minyak biji jintan hitam (Nigella sativa. L) dapat digunakan sebagai obat antiasma dalam
bentuk sediaan obat herbal Habbatussauda
Daftar
Pustaka
1.
Subyanto, Pengaruh
Minyak Biji Jintan Hitam (Nigella sativa. L) terhadap Derajat Inflamasi
Saluran Nafas. Majalah Kedokteran Indonesia Vol. 58 No. 6 Juni 2008.
2.
Iskandar, Yoppi. Tanaman Obat yang Berkhasiat Antiasma Broncial. 2006
3.
Priyanto. Farmakoterapi
dan Terminologi Medis. Depok : Leskonfi. 2009
No comments:
Post a Comment