Flash Effect

Saturday, March 29, 2014

Obat Tradisional untuk Penyakit Asma


BAB I
PENDAHULUAN

Asma dapat menyerang segala usia, mulai dari bayi, anak-anak, orang dewasa hingga lanjut usia, pria maupun wanita dan di semua etnik bangsa. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan antara 100-150 juta orang di dunia adalah penderita asma, dan angka ini diperkirakan bertambah 180 ribu orang setiap tahunnya. Walaupun belum ada angka yang resmi, dari penelitian di beberapa tempat, diperkirakan 2-5 % penduduk Indonesia menderita asma, tinggi rendahnya angka kejadian ini dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain faktor umur penderita, jenis kelamin, elergi, bangsa, keturunan, lingkungan dan faktor psikologi (Sinclair, 1990).
Serangan asma dipicu oleh beberapa faktor, yaitu oleh debu rumah, stress, kelelahan, perubahan hidup, perubahan lingkungan, temperatur dan polusi udara. Tetapi pada umumnya serangan asma dimulai oleh kondisi elergi (debu rumah, tungau debu rumah, serbuk sari, hewan peliharaan, dan lain-lain). Dengan menghindari faktor-faktor pencetus serangan asma, maka serangan asma dapat dicegah. Tetapi jika asma tetap timbul, maka diperlukan pengobatan untuk mengobatinya (Roberts, 1981).
Suatu terapi asma yang rasional dapat berdasarkan terapi kausal yaitu meliputi reaksi antigen-antibodi dan terapi simptomatik, yaitu mengurangi atau menghambat akibat reaksi antigen-antibodi seperti pembebasan mediator reflex kontriksi bronkhus (Mutschler, 1991).
Di dalam kehidupan masyarakat, pemanfaatan tumbuhan obat sebagai obat tradisional sudah dikenal sejak lama, karena lebih aman dan tidak menimbulkan efek samping yang berarti. Masih jarang orang yang menggunakan obat tradisional untuk mengobati asma, karena penderita asma cenderung menggunakan obat sintetis yang memiliki efek samping cukup tinggi untuk menyembuhkan gangguan asma. Karena itu penggunaan tumbuhan obat untuk pengobatan asma perlu lebih ditingkatkan lagi. Asma bronkhial merupakan penyakit obstruktif saluran napas yang akut, terjadi pada bronkhus ukuran sedang dan bronkhiolus dengan diameter 1mm (Price, 1995).
Dapat timbul sewaktu-waktu, yang terjadi akibat spasmus otot bronkhus, udem pada dinding bronkhus dan adanya hipersekresi sekret yang kental, dan dapat bolak-balik, baik secara spontan maupun dengan terapi. Pengobatan tradisional dengan menggunakan tumbuhan obat diharapkan mampu mengobati penyakit asma bronkhial. Dalam penulisan ini masalah difokuskan pada macam-macam tumbuhan obat yang mampu mengobati asma bronkhial. Adapun maksud dan tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui berbagai macam tumbuhan obat sebagai ramuan tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati asma bronkhial. Dengan tulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai asma bronkhial dan pengobatannya dengan menggunakan tumbuhan obat.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Asma bronkhial merupakan penyakit obstruktif saluran napas yang akut, terjadi pada bronkhus ukuran sedang dan bronkhiolus dengan diameter 1 mm (Price, 1995). Dapat timbul sewaktu-waktu, yang terjadi akibat spasmus otot bronkhus, udem pada dinding bronkhus dan adanya hipersekresi sekret yang kental, dan dapat bolak-balik, baik secara spontan maupun dengan terapi. Kelainan dasarnya tampaknya suatu perubahan status imunologis si penderita (Amin, 1989).
Yang utama secara klinis pada asma bronkhial adalah kesulitan pernapasan yang parah dengan kurangnya oksigen dalam jaringan. Akibat spsmus otot polos bronkhioli dan bronkhus kecil dan akibat adanya lendir yang kental dalam lumen bronkhus yang menyempit ini, akan terjadi ekspirasi yang sulit dang berdengik serta diperlambat (Chaitow, 1993).
Pasien akan menahan tulang belikat dan tulang selangka dengan menaikkan lengan supaya otot pernapasan dapat dibantu. Serangan dapat berlangsung beberapa menit tetapi juga berjam-jam atau berhari-hari dalam bentuk status asmatikus yang membahayakan jiwa. Serangan umumnya diakhiri dengan batuk yang hebat dan keluarnya dahak yang kental dan bening (Mutschler, 1991)

Klasifikasi Asma Bronkhial
Secara etiologis asma bronkhial dibagi dalam 3 tipe :
1.    Asma Bronkhial tipe non atopi (intrinsik).
Asma jenis ini cenderung timbul setelah masa kanak-kanak. Individu dengan asma intrinsik ini tidak memiliki alergen yang khas dan nyata yang mengakibatkan alergi. Faktor-faktor spesifik seperti flu biasa, latihan fisik, atau emosi dapat memicu serangan asma (Chaitow, 1993). Asma intrinsik ini lebih sering timbul sesudah usia 40 tahun, dengan serangan yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan trakeobronkhial (Price, 1995). Serangan ketika timbul cenderung berlangsung untuk waktu yang lama, dan seringkali lebih serius dan tak jarang berkelanjutan menjadi bronkhitis kronik dan kadang-kadang emfisema. Sifat-sifat asma intrinsik pada umumnya adalah :
· Serangan timbul setelah dewasa.
· Pada keluarga tidak ada yang menderita asma.
· Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan
· Adanya hubungan dengan pekerjaan/beban fisik.
· Rangsangan/stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan reaksi asma.
· Perubahan-perubahan cuac atau lingkungan yang non spesifik merupakan keadaan yang peka bagi penderita (Amin, 1989).
2.    Asma Bronkhial tipe atopi (ekstrinsik).
Individu yang pertama kali didiagnosa menderita asma pada masa kanakkanak, cenderung menderita asma yang disebut asma atopi, alergi atau ekstrinsik. Atopi merupakan sifat keturunan, yang membuat individu lebih sensitif terhadap alergen, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil, dapat mengakibatkan serangan asma (Chaitow, 1993). Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap alergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau provokasi bronkhial. Asma ekstrinsik memiliki sifat-sifat :
· Timbul sejak kanak-kanak.
· Pada famili ada yang menderita asma.
· Adanya eksim pada waktu bayi.
· Sering menderita rinitis.
· Di Inggris jelas penyebabnya house dust mite, di USA, tepung sari bunga rumput (Amin, 1989).


3.    Asma Bronkhial campuran (mixed).
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsic maupun ekstrinsik. Kebanyakan pasien dengan asma intrinsik akan berlanjut menjadi bentuk campuran (Amin, 1989).
Pencetus Serangan Asma Bronkhial
Terdapat dua keadaan yang menjadi syarat terjadinya serangan asma. Pertama, adanya kepekaan yang berlebihan (hipersensitif) pada saluran napas. Kedua, adanya rangsangan yang cukup kuat terhadap saluran napas yang peka tadi. Rangsangan yang cukup kuat inilah yang dapat mencetus terjadinya serangan asma (Sundaru, 1987). Faktor-faktor pencetus asma tersebut adalah :
a.    Alergen.
Alergen adalah bahan yang ada dalam lingkungan sehari-hari yang dapat menimbulkan alergi. Contohnya adalah :
o   Hewan peliharaan
Bulu dari hewan peliharaan dapat menimbulkan alergi seperti pada asma (Roberts, 1981).
o   Jamur.
Bagian jamur yang dapat menyebabkan alergi adalah sporanya, yang bila terhirup dapat menimbulkan alergi (Tjen, 1991).
o   Tepung sari.
Tepung sari yang dihasilkan oleh tanaman seperti rumput, padi dan jagung dapat menimbulkan alergi mata, hidung dan asma pada penderita yang sensitive (Roberts, 1981).
o   Tungau debu rumah.
Tungau ini terdapat dalam debu rumah, terutama di daerah yang lembap. Berkembang biak dengan cepat terutama di kamar tidur. Makanannya adalah serpihan kulit manusia yang terlepas sewaktu tidur.


b.    Polusi udara
Asap yang berasal dari dapur, pembakaran sampah/kayu bakar, polusi jalanan (asap kendaraan bermotor) dapat merangsang dan menyempitkan saluran napas yang hipersensitif. Pendirian pabrik-pabrik yang mengeluarkan hasil sampingan berupa debu, uap, atau asap yang tidak terkendali dapat mengganggu penduduk di sekelilingnya. Penderita asma sangat peka terhadap polusi tersebut, terutama terhadap asap yang mengandung sulfur dioksida dan oksida fotokemikal.
c.    Infeksi.
Infeksi saluran napas atas (seperti influensa) terutama infeksi yang disebabkan oleh virus merupakan pencetus asma tersering.
d.    Rokok
Asap rokok yang mengandung berbagai bahan kimia dapat merangsang bahkan merusak selaput lendir saluran napas sehingga menimbulkan kerentanan yang ada.
e.    Kecapaian/keletihan.
Kecapaian yang diakibatkan oleh olah raga sering pula mencetuskan serangan asma. Lari cepat paling mudah menimbulkan asma, kemudian bersepeda, sedangkan renang dan jalan kaki paling kecil resikonya. Serangan biasanya terjadi segera setelah selesai olah raga, lamanya di antara 10-60 menit, dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olah raga.
f.     Lingkungan kerja
Diperkirakan 2-15% penderita asma, pencetusnya adalah lingkungan kerja. Di tempat kerja biasanya banyak uap, fume, debu, bau-bauan yang semuanya dapat mencetuskan serangan asma. Keluhan biasanya terjadi setelah penderita berkontak (terpapar) dengan zat-zat tadi, teta[I ada kalanya gejala baru timbul setelah 6-12 jam terpapar. Sehingga bila penderita bekerja di pagi hari, gejala baru timbul sore atau malam hari. Di bawah ini merupakan contoh zat-zat yang ada di tempat pekerjaan yang dapat mencetuskan asma.

Pencetus
Lokasi
_ Bulu dan serpih kulit binatang
_ Enzim bakteri subtilis
_ Debu kopi dan teh
_ Debu kapas
_ Toluen diisosianat (TDI)
_ Debu gandum dan padi-padian
_ Amoniak, sulfur dioksida, asam klorida,klorin
_ Garam platina

_laboratorium hewan dan peternakan
_ industri detergen
_ pengolahan kopi dan teh
_ industri tekstil
_ industri plastik
_ pabrik roti dan bongkar muat di
    gudang gandum atau padi-padian
_ industri kimia dan perminyakan
_ pemurnian platina


g.    Obat-obatan.
Obat yang termasuk pencetus serangan asma adalah golongan beta-blocker. Golongan obat tersebut sering dipakai untuk pengobatan penyakit jantung koroner dan darah tinggi. Aspirin atau bahan-bahan antiinflamasi nonsteroid lain seperti indometasin, asam mefenamat, ibuprofen, fenoprofin, asam flufenamat, naproksin, dan propoksifen dapat mencetuskan serangan asma (Thorn, 1986).
h.    Tekanan jiwa.
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma. Selain dapat mencetuskan serangan asma juga memperberat serangan asma yang sudah ada. Di samping gejala asma yang timbul harus segera diobati, penderita asma yang mengalami tekanan jiwa juga perlu mendapat nasihat untuk menyelesaikan masalah pribadinya (Sundaru, 1987).

Patogenesa Asma Bronkhial
Sifat khas pada asma bronkhial adalah penyempitan atau obstruksi proksimal dari bronkhus kecil pada tahap inspirasi dan ekspirasi. Penyempitan atau obstruksi ini disebabkan oleh :
a. Spasme otot polos bronchus
b. Edema mukosa bronchus
c. Sekresi kelenjar bronkhus meningkat
Terjadinya kontraksi otot polos tersebut karena lepasnya macam-macam mediator dari sel mast atau basofil akibat adanya alergen atau antigen (Ag) yang telah terikat oleh imunogobin E (IgE) yang menancap pada permukaan sel mast atau basofil tersebut.
Mediator-meddiator tersebut yaitu histamin, slow reacting substances of anaphylaxis (SRS-A), eosinophyl chemotactic factor of anaphylaxis (ECF-A), Platelet Activating (PAF), Prostaglandin, bradikynin, arisulfatase B, proteoglycan (heparin). Salah satu di antara mediator-mediator tersebut menyebabkan siklik AMP pada messenger sel otot menurun dan siklik GMP meningkat. Pada dasarnya penurunan siklus adenosin monofosfat dan peningkatan siklus guanidine monofosfat inilah yang menyebabkan tonus otot polos pada bronkhus naik dengan akibat suatu konstriksi yang menyebabkan saluran napas menyempit yang dikenal sebagai bronkhus obstruksi. Setelah terjadinya obstruksi, baru disusul sembabnya mukosa, keluarnya sekrit bronkhus. Adanya keadaan konstriksi, sembab, sekrit tersebut menyebabkan sesak napas. Sebagai akibat ialah tekanan partial oksigen alveoli menurun, dengan demikian oksigen pada peredaran darah menurun menjadi hipoksemia. Sebaliknya CO2 mengalami retensi pada alveoli sehingga kadar CO2 dalam peredaran darah meningkat yang memberikan rangsangan pada pusat pernapasan sehingga terjadi hiperventilasi (Amin, 1989).
Tabel 2. Mediator primer reaksi hipersensitifitas jenis segera di dalam jaringan manusia (Thorn, 1986)
Mediator
Sifat Struktur
Fungsi-fungsi lain
_ Histamin
_ Heparin
_ Triptase
_ b-Heksosaminidase
_ b-Glukuronidase
_ Arilsulfatase
_Faktor eosinofilotaktik
    (ECF)
_ Faktor kemotaktik
    neutrofil BM tinggi
_ b- imidazoletilamin
_ Proteoglikan
_ Protease neutral
_ Hidrolase asam
_ Hidrolase asam
_ Hidrolase asam
_ Ala (val)-Gly-Ser-Glu;
    peptida asam; polipeptida asam
_ Makromolekul neutral

_ Kontraksi saluran pernapasan (H1); meningkatkan permeabilitas venula (H1 dan H2); menurunkan regulasi fungsi sel radang H2
_ Antikoagulan: anti komplemen
_ Eksoglikosidase
_ Eksoglikosidase
_ Eksosulfatase
_ Deaktivasi eosinofil, meningkatkan fungsi reseptor C3b eosinofil
_ Deaktivasi neutrofil


Mediator-mediator tersebut sangat poten dan berlangsung lama. Adana SRSA yang dapat menyebabkan penyempitan, terutama yang menimbulkan terjadinya edema mukosa bronkhus (Amin, 1989).





Gambaran Klinik Asma Bronkhial
Keluhan yang sering dialami oleh penderita asma adalah napas berbunyi, sesak napas, dan batuk. Keadaan umumnya adalah :
· Komposmentis
· Cemas atau gelisah atau panik atau berkeringat
· Tekanan darah meningkat
· Nadi meningkat
· Pulsus paradoksus : peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mm Hg pada waktu inspirasi
· Frekuensi pernapasan meningkat
· Sianosis
· Otot-otot pernapasan bantu hipertropi
· Pada paru-paru terdapat ekspirium yang memanjang dan wheezing (Amin,1989).

Antiasmatika
Suatu terapi asma yang rasional dapat berdasarkan terapi kausal yaitu meliputi reaksi antigen-antibodi dan terapi simptomatik, yaitu mengurangi atau menghambat akibat reaksi antigen-antibodi seperti pembebasan mediator reflex kontriksi bronkhus (Mutschler, 1991).
1.    Terapi kausal
Terapi kausal dilakukan dengan cara :
· Menjauhkan allergen
· Desensibilasasi atau hiposensibilisasi
Menjauhi alergen hanya dapat dilakukan dalam waktu terbatas, misalnya dengan tinggal dipegunungan atau di tepi pantai. Pada desensibilisasi atau hiposensibilisasi sebagai terapi kausal kedua, tujuannya adalah membuat penderita tidak peka terhadap alergen dan terapi ini hanya bermanfaat pada asma yang disebabkan oleh alergi (Mutschler, 1991).

2.    Terapi simptomatik
Terapi simptomatik asma bronkhus dapat dilakukan dengan cara :
· Blokade pembebasan mediator
· Menangani spasmus bronchus
· Penanganan antiflogistik
· Memperbaiki pengeluaran riak (Mutschler, 1991).

Tanaman-tanaman Obat untuk Asma Bronkial
1)    Asam (Tamarandus indica)
a. Famili: Fabaceae.
b. Nama daerah
Sumatra : bak mee (Aceh), acam lagi (Gayo), asam jawa (Minang).
Jawa : tangkal aseum (Sunda), wit asem (Jawa).
c. Uraian tanaman
Tumbuh di dataran rendah yang memiliki musim kemarau sangat jelas. Berupa pohon besar, tingginya 10-25 m. Batangnya kokoh, kuat, bercabang banyak dan rimbun. Daun berseling, majemuk menyirip genap dengan 10-15 pasang anak daun berbentuk memanjang sampai bangun garis. Tepi daun rata, ujung daun tumpul dengan bagian pangkal membulat. Tulang daun menyirip dilengkapi anak daun tipis dan halus, serta sisi bawah daun berwarna hijau kebiruan. Bunganya majemuk, berbentuk tandan hampir menyerupai bulir, berwarna kuning, berkelamin dua, dan tumbuh di ketiak daun.
Tabung mahkota berwarna hijau dengan tinggi sekitar 0,5 cm, bertajuk memanjang, lancip dan berwarna kuning. Bakal buah di atas tangkai menyatu dengan tabung kelopak. Buahnya polong bertangkai tebal, memanjang berbentuk garis, diantara bijibijinya bersekat, daging buahnya berwarna coklat suram. Daging buah lunak, rasa masam. Biji berbentuk segitiga sampai segiempat, coklat kehitaman dan keras. Perbanyakan tanaman dapat dilakukan secara vegetatif, menggunakan stek akar dan generatif menggunakan biji dari buah yang telah masak.
d. Kandungan kimia
Daging buahnya mengandung asam tartrat, asam malat, asam sitrat, asam suksinat, asam asetat, pektin dan gula invert. Daunnya mengandung flavonoid.
e. Bagian yang digunakan : Kulit kayu (Wijayakususma,1998).

2)    Bawang putih (Allium sativum)
a. Famili: Amaryllidaceae (liliaceae)
b. Nama simplisia: Alii bulbus, umbi lapis bawang putih.
c. Uraian tanaman
Herba semusim, batang semu, warna hijau. Daun tunggal berupa roset akar, bentuk lanset, ujung runcing, warna hijau. Umbi tebal dan berdaging  membentuk umbi lapis. Perbungaan berbentuk payung, berwarna putih.
d. Sifat kimiawi dan efek farmakologis
Menghangatkan dan tajam, diaforetik, ekspektoran, spasmolitik, antielmentik, antiseptik, antikoagulan, antihistamin dan bakteriostatik.
e. Kandungan kimia
Minyak atsiri, alil sulfida, aliin, alisin, enzim alinasa, tioglikosida (skordinin), vitamin A dan B, hormon kelamin.
f. Bagian yang digunakan : Umbi lapis (Soedibyo, 1998).

3)    Bunga Kenop (Gomphrena globosa)
a. Famili: Amaranthaceae
b. Nama daerah
Indonesia : bunga kenop, kembang puter, ratna pakaja. Jawa : adas-adasan, gumdul. Gorontalo : taiman tulu.
c. Uraian tanaman
Herba tahunan, tinggi 60 cm atau lebih, berambut. Ditanam di halaman sebagai tanaman hias atau tumbuh liar di ladang-ladang yang cukup mendapat sinar matahari sampai 1400 m di atas permukaan laut. Berasal dari Amerika dan Asia.
Batang hijau kemerahan, berambut, membesar pada ruas percabangan. Daun duduk berhadapan, bertangkai, bentuk daun bulat telur sungsang sampai memanjang dengan panjang 5-10 cm, lebar 2-5 cm, ujungmeruncing, warna hijau, berambut kasar di bagian atas dan halus di bagian bawah. Warna rambut putih. Bunga berbentuk bonggol, warna merah tua keungu-unguan, seperti bola (ada yang berwarna putih).
d. Sifat kimiawi dan efek farmakologis
Rasa manis, netral, antibatuk, menghilangkan sesak (antiasma), pengobatan radang mata.
e. Kandungan kimia : Gomphresin I-IV.
f. Bagian yang digunakan : Bunga, untuk pengobatan asma digunakan seluruh tanaman, segar atau dikeringkan.
g. Cara penggunaan
Sepuluh kuntum bunga direbus, ditambah arak kuning, diminum secara rutin sebanyak tiga kali sehari (Wijayakusuma, 1998)

4)    Jinten (Coleus amboinicus)
a. Famili : Labiatae (lamiaceae)
b. Nama daerah
Sumatera : bangun-bangun, daun jinten, daun hati-hati, sukan, tramur. Jawa : ajeran, acerang (Sunda), daun jinten, daun kucing (Jawa), daun kambing.
c. Nama simplisia:Plectranthi amboinicus folium (daun jinten).
d. Uraian tanaman: Daun jinten diperkirakan berasal dari India, tersebar di kawasan tropika dan pantropika. Tumbah liar di pegunungan atau di tempat-tempat lainnya, kadang ditanam di halaman dan di kebun, pada tempat-tempat yang sedikit terlindung dan dapat ditemukan dari dataran rendah sampai 1100 m di atas permukaan laut. Terna tahunan, lunak, pangkalnya seringkali agak seperti kayu, menaik, tinggi sampai 1 m, beruas-ruas, ruas yang menyentuh tanah akan keluar akar, barang muda berambut kasar, warnanya hijau pucat. Daun tunggal, tebal berdaging, letak berhadapan, bertangkai, bentuknya bulat telur agak bundar atau berbentuk ginjal, ujung runcing, pangkal membulat, tepi bergerigi samapai beringgit kecuali bagian pangkalnya, permukaan berambut jarang sampai tebal seperti buludru warnanya putih, tulang menyirip dan bercabang-cabang serta menonjol sehingga tampak seperti jala, panjang  daun 5-7 cm, lebar 4-6 cm, warnanya hijau muda, bila diremas daunnya harum. Perhubungan majemuk berupa tandan yang panjangnya 20 cm, keluar di ujung cabang dan di ketiak daun, warnanya biru keunguan. Bijinya keras, bentuknya gepeng, warnanya coklat muda. Perbanyakan dengan stek batang dan biji.
e. Sifat kimia dan efek farmakologis
Baunya harum, rasa agak pedas, agak asam, getir dan membuat rasa tebal di lidah. Karminatif, laktogoga, menghilangkan rasa sakit, penurun panas dan antiseptik.
f. Kandungan kimia
Daunnya mengandung kalium dan minyak atsiri 0,2 % mengandung karvakrol serta isoprofil-o-kresol, fenol, sineol.
g. Bagian yang digunakan: Daun atau seluruh herba.
h. Cara penggunaan
Sepuluh lembar daun segar dicuci bersih lalu dibilas dengan air matang, ditumbuk sampai seperti bubur lalu diperas dan disaring. Air perasannya ditambahkan beberapa tetes minyak wijen, lalu diminum (Wijayakusuma, 1998)

5)    Kunyit (Curcuma longa)
a. Famili : Zingiberaceae.
b. Nama daerah
Jawa : kunyir, koneng, koneng temen, kunir, kunir bentis, temu kuning, konye, temo koneng. Kalimantan : kunit, janar, henda, kunyit, cahang, dio, kalesiau.
c. Nama asing: Turmeric.
d. Nama simplisia : Rhizoma curcumae domesticae atau rhizoma curcumae longae (rimpang kunyit).
e. Uraian tanaman
Kunyit tumbuh dan ditanam di Asia Selatan, Cina Selatan, Taiwan, Indonesia dan Filipina. Tumbuh baik di tempat-tempat terbuka atau sedikit teduh, dengan drainase yang baik. Ditanam sebagai tanaman penyedap dan pewarna, serta sebagai bahan obat tradisional. Kunyit dapat ditemukan dari dataran rendah sampai ketinggian 2000 m di atas permukaan laut, tumbuh liar di hutan jati, umumnya dibudidayakan atau ditanam dipekarangan. Terna, tinggi sekitar 70 cm, batangnya pendek dan merupakan batang semu yang dibentuk oleh pelepah-pelepah daun, membentuk rimpang yang berwarna jingga dan bercabang-cabang. Setiap tanaman berdaun 3-8 helai. Daun tunggal, bertangkai panjang, bentuknya lanset lebar, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, panjang 20-40 cm, lebar 8-12,5 cm, warnanya hijau pucat. Perbungaan majemuk, terminal, gagang berambut, bersisik, panjang gagang 16-40 cm, warnanya putih atau kuning jingga kecoklatan. Rimpang terdiri dari rimpang induk dan anak rimpang. Rimpang induk berbentuk bulat telur, disebut empu atau kunir lelaki. Anak rimpang letaknya lateral dan bentuknya seperti jari (tabung). Kadang-kadang terdapat pangkal upih daun dan pangkal akar. Besar rimpang, panjang 2-6 cm, lebar 0,5-3 cm, tebal 0,3-1 cm.
Rimpang sebagai obat, dikumpulkan pada saat batang tumbuhan mulai menjadi layu atau mengering. Rimpang kunyit yang sudah besar dan tua yang disebut rimpang induk atau empu, yang berkhasiat sebagai obat. Perbanyakan dengan memecah rumpun atau menanam rimpang.
f. Sifat kimiawi dan efek farmakologis
Bau khas aromatik, rasa agak pahit, sedikit pedas, sejuk, tidak beracun. Melancarkan darah dan vital energi, menghilangkan sumbatan, peluruh haid (emenagog), anti radang, mempermudah persalinan, peluruh kentut, anti bakteri, memperlancar pengeluaran empedu (kolagogum), astringent.
g. Kandungan kimia
Rimpang mengandung minyak atsiri 3-5% (turmerone, zingiberene, phellandrene, sesquiterpen alkohol dan borneol), kurkumin, desmetoksikurkumin, bidesmetoksikurkumin, pati, tanin, damar.
h. Bagian yang digunakan: Rimpang.
i. Cara pemakaian
Setengah jari empu kunyit dan sepotong gambir dicuci lalu digiling halus, ditambahkan satu sendok the air kapur, lalu diaduk sampai merata, diperas dan disaring, lalu diminum (Wijayakusuma, 1998).

6)    Senggugu (Clerodendron serratum)
a. Famili: Verbenaceae.
b. Nama daerah
Sumatra : sinar baungkudu, tinjau handak. Jawa : singgugu, srigunggu,
sagunggu, kertase, pinggir tosek.
c. Uraian tanaman
Tumbuh liar pada tempat-tempat terbuka atau agak teduh, bisa ditemukan di hutan sekunder, padang alang-alang, pinggir kampung, pinggir jalan, atau dekat air yang tanahnya agak lembab, dari 1-1700 m di atas permukaan laut. Perdu tegak, tinggi 1-3 m, batang berongga, berbongkol besar, akarnya berwarna abu kehitaman. Daun tunggal, letaknya berhadapan, bertangkai pendek, bentuk bulat telur sungsang sampai lanset, tebal dan kaku, dengan ujung runcing dan pangkal tumpul, tepi bergerigi tajam, dan kedua permukaan berambut halus. Panjang daun 8-30 cm, lebar 4-14 cm, warnanya hijau.
Bunganya bunga majemuk dalam malai yang panjangnya 6-40 cm, warnanya putih kehijauan, keluar dari ujung percabangan. Buahnya buah batu, bulat telur sungsang, berwarna hijau kehitaman. Senggugu diduga tumbuhan asli Asia Tropik, dan diperbanyak dengan biji.
d. Sifat kimiawi dan efek farmakologis
Pahit, pedas, sejuk. Menghilangkan sakit (analgesik).
e. Kandungan kimia
Daun : banyak mengandung kalium, sedikit natrium dan alkaloid. Kulit akar : glikosida fenol, manitol dan sitosterol. Kulit batang : senyawa triterpenoid, asam oleanolat, asam quertaroat dan asam serratogenat.
f. Bagian yang digunakan
Seluruh tanaman. Untuk pengobatan asma, digunakan akarnya.
g. Cara penggunaan
Minum seduhan akarnya (Wijayakusuma, 1998).



BAB III
PEMBAHASAN

Disini akan dibahas salah satu tanaman dari  berbagai tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk  antiasma, salah satu tanaman tersebut adalah jintan hitam/ajeran (Nigella sativa. L). Minyak biji jintan hitam mengandung sejumlah bahan-bahan kimiawi yang mempunyai aktifitas sebagai antialergi, antiasma, antiinflamasi, antiprostaglandin dan antihistamin sehingga dapat digunakan sebagai obat untuk mencegah dan mengobati penyakit asma yang disebabkan oleh alergi.
Biji jintan hitam telah digunakan dalam pengobatan tradisional untuk perawatan berbagai macam penyakit termasuk diare dan asma. Minyak biji jintan hitam memiliki kandungan kimia yang mempunyai aktifitas antiinflamasi dan bronkodilatasi. Biji tanaman ini memiliki kandungan kimia fixed oil berupa asam-asam lemak tidak jenuh, misalnya asam linoleat, asam oleat, asam palmitat, asam stearat, asam laurat, asam miristat, serta asam linolenat. Asam linoleat dapat menurunkan metabolism asam arakidonat. Sedangkan asam linolenat dapat mencegah degranulasi sel mast melalui penghambatan saluran Ca2+.
Biji tanaman ini sekarang dikemas dalam bentuk kapsul yang dikombinasikan dengan Foeniculum Vulgate, Adrographi Panicultaa, Curcuma Xanthorriza, Centella Asiatica. Yang dapat dikonsumsi 2-3 kali sehari, 1 jam setelah makan. Kapsul tersebut beredar dengan sediaan Habbatussauda


BAB IV
KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dan dapat disimpulkan bahwa minyak biji jintan hitam (Nigella sativa. L) dapat digunakan sebagai obat antiasma dalam bentuk sediaan obat herbal Habbatussauda


Daftar Pustaka

1.    Subyanto, Pengaruh Minyak Biji Jintan Hitam (Nigella sativa. L) terhadap Derajat Inflamasi Saluran Nafas. Majalah Kedokteran Indonesia Vol. 58 No. 6 Juni 2008.
2.    Iskandar, Yoppi. Tanaman Obat yang Berkhasiat Antiasma Broncial. 2006
3.    Priyanto. Farmakoterapi dan Terminologi Medis. Depok : Leskonfi. 2009

No comments:

Post a Comment